Jangan Tunda Tobatmu, Karena Kau Tak Pernah Tahu Kapan Ajal Menjemputmu
Salah satu godaan iblis yang paling sukses dalam memperdaya manusia adalah godaan menunda-nunda tobat. Ia telah berhasil memperdaya orang yang berlaku maksiat agar menunda-nunda tobatnya.
Menurut Dr. Abdullah bin Muhammad al-Muthliq, penulis buku Husnul Khâtimah: Wasâ’iluhâ wa ‘Alâmâtuhâ wa al-Tahdzîr min Sû’ul Khâtimah, modusnya, biasanya berupa bisikan soal umur yang masih panjang.
Jika bertobat saat sekarang lalu kembali melakukan maksiat lagi, tentu tobatnya tidak akan diterima. Itu berarti akan menjadi seseorang yang mempermainkan tobat sebagai calon penghuni neraka.
Modus yang kedua, iblis memperdaya seseorang yang berlaku maksiat bahwa nanti pada saat berumur lima puluh atau enam puluh tahun saja baru bertobat dengan benar, selalu berada di masjid, dan memperbanyak berbagai pendekatan diri pada Allah.
Kalau sekarang masih terlalu muda dan umurnya pun masih produktif-produktifnya. Nikmati dan manjakan saja diri sendiri.
Jangan memberi beban berat padanya dengan terus-menerus melakukan berbagai macam ketaatan di usia-usia produktif seperti sekarang. Inilah rekasaya dan tipudaya iblis dalam menunda-nundaa bertobat.
Salah seorang ulama generasi awal (salaf saleh) pernah mengatakan, “Saya memperingatkan kalian pada kata ‘akan’ (menunda-nunda), karena kata itu adalah tentara iblis yang terhebat.”
Perumpamaan seorang mukmin yang tangguh tercermin pada seorang yang bertobat pada Allah dari setiap dosa yang dilakukannya.
Ia terus bertobat sepanjang waktu, lantaran takut mendapat akhir hayat yang buruk (su’ul khatimah). Apa yang dilakukannya itu juga merupakan wujud kecintaannya pada Allah.
Sebaliknya, seseorang yang menunda-nunda dengan selalu mengulur-ulur bertobat adalah seperti sekelompok orang yang sedang dalam satu perjalanan dan singgah di satu daerah.
Seorang yang teguh pendiriannya pastilah sudah siap melanjutkan perjalanannya.
Ia telah membeli segala perbekalan yang diperlukan dalam perjalanannya. Ia pun dapat duduk sejenak untuk mempersiapkan keberangkatannya kemudian.
Sementara seorang yang menunda-nunda melakukan persiapan diri, ia setiap hari hanya mengatakan, “Besok saja saya bersiap-siap.”
Ia terus saja seperti itu sampai ketua rombongannya mengumumkan untuk melanjutkan perjalanan, sementara ia belum mempunyai bekal apa pun. Ini adalah contoh nyata yang bisa kita temui di dunia.
Karenanya, seorang mukmin yang teguh pendiriannya tidak akan pernah menyesal. Di sisi lain, seorang yang berlaku maksiat dan terus menunda tobatnya.
Ia nanti akan mengatakan, “Tuhan, kembalikan aku agar aku bisa berbuat amal saleh yang tidak sempat aku lakukan.”
Menurut Dr. Abdullah bin Muhammad al-Muthliq, penulis buku Husnul Khâtimah: Wasâ’iluhâ wa ‘Alâmâtuhâ wa al-Tahdzîr min Sû’ul Khâtimah, modusnya, biasanya berupa bisikan soal umur yang masih panjang.
Jika bertobat saat sekarang lalu kembali melakukan maksiat lagi, tentu tobatnya tidak akan diterima. Itu berarti akan menjadi seseorang yang mempermainkan tobat sebagai calon penghuni neraka.
Modus yang kedua, iblis memperdaya seseorang yang berlaku maksiat bahwa nanti pada saat berumur lima puluh atau enam puluh tahun saja baru bertobat dengan benar, selalu berada di masjid, dan memperbanyak berbagai pendekatan diri pada Allah.
Kalau sekarang masih terlalu muda dan umurnya pun masih produktif-produktifnya. Nikmati dan manjakan saja diri sendiri.
Jangan memberi beban berat padanya dengan terus-menerus melakukan berbagai macam ketaatan di usia-usia produktif seperti sekarang. Inilah rekasaya dan tipudaya iblis dalam menunda-nundaa bertobat.
Salah seorang ulama generasi awal (salaf saleh) pernah mengatakan, “Saya memperingatkan kalian pada kata ‘akan’ (menunda-nunda), karena kata itu adalah tentara iblis yang terhebat.”
Perumpamaan seorang mukmin yang tangguh tercermin pada seorang yang bertobat pada Allah dari setiap dosa yang dilakukannya.
Ia terus bertobat sepanjang waktu, lantaran takut mendapat akhir hayat yang buruk (su’ul khatimah). Apa yang dilakukannya itu juga merupakan wujud kecintaannya pada Allah.
Sebaliknya, seseorang yang menunda-nunda dengan selalu mengulur-ulur bertobat adalah seperti sekelompok orang yang sedang dalam satu perjalanan dan singgah di satu daerah.
Seorang yang teguh pendiriannya pastilah sudah siap melanjutkan perjalanannya.
Ia telah membeli segala perbekalan yang diperlukan dalam perjalanannya. Ia pun dapat duduk sejenak untuk mempersiapkan keberangkatannya kemudian.
Sementara seorang yang menunda-nunda melakukan persiapan diri, ia setiap hari hanya mengatakan, “Besok saja saya bersiap-siap.”
Ia terus saja seperti itu sampai ketua rombongannya mengumumkan untuk melanjutkan perjalanan, sementara ia belum mempunyai bekal apa pun. Ini adalah contoh nyata yang bisa kita temui di dunia.
Karenanya, seorang mukmin yang teguh pendiriannya tidak akan pernah menyesal. Di sisi lain, seorang yang berlaku maksiat dan terus menunda tobatnya.
Ia nanti akan mengatakan, “Tuhan, kembalikan aku agar aku bisa berbuat amal saleh yang tidak sempat aku lakukan.”